Tuesday, September 1, 2009
Monday, August 31, 2009
Raja' (dan khauf)
Ath Thalaq (65):2-5
2. Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
4. Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
5. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.
Pada bulan ramadhan inilah kita punya kesempatan besar untuk berusaha memenuhi prasyarat taqwa, sebagaimana ayat 2:183 la’allakum tattaquun. La’alla, suatu perkataan yang mengandung probabilitas (atau posibilitas) sangat besar. Hampir pasti terjadi jika kita menjalankan puasa secara normal. Normal dalam hal ini tentu saja ukurannya Rosul, bukan normalnya orang gak normal. Kita masih ingat dengan perkataan nabi : Man shooma romadhoona imaanan wahtisaaban ghufiro lahu maa taqoddama min dzanbihi. (Au kama qoola). Barang siapa berpuasa romadhon dengan penuh dengan keimanan dan penuh harapan maka diampuni dosa2nya yang telah lalu.
Menarik sekali perkataan kanjeng nabi diatas. Man shooma artinya ada saja orang yang berpuasa dengan prasyarat adanya keimanan dan pengharapan yang mafhum mukholafahnya ada juga orang yang nggak kayak gitu (tanpa keimanan atau penuh pengharapan). Jadi kalau diklasifikasi orang islam pada bulan ramadhan ada beberapa type :
- berpuasa dengan keimanan dan penuh pengharapan
- berpuasa dengan keimanan tetapi tanpa terlalu mengharapkan
- berpuasa dengan tanpa (kurang) keimanan tetapi dengan penuh pengharapan
- berpuasa dengan tanpa (kurang) keimanan dan kurang pengharapan
- tidak berpuasa tanpa udzur syar’i
dan ternyata hadits diatas hanya berbicara dengan type 1 saja. Usaha tanpa harapan besar juga sia-sia. Lalu bagaimana baiknya ? tentu saja dengan keimanan dan harapan yang besar kepada Allah.
As Sajdah (32) :15-16
15. Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.
16. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang kami berikan.
Sifat takut dan roja’ terkait dengan hadits ke-4 arba’in nawawi. Seandainya kita telah berbuat baik maka hanya kepada Allah lah kita harus memuji dan berusaha untuk istiqomah dengan amalan baik. Jika kita melakukan keburukan maka yang pantas dicaci maki hanya diri kita sendiri, tetapi jangan putus asa dari rahmat Allah.
Sunday, August 23, 2009
Mengatasi Lupa
Semua orang punya kelemahan, dan kelemahan saya yang paling mendasar adalah pelupa untuk hal-hal yang detail/kecil. Seperti lupa tidak makan, lupa menaruh kunci, lupa bawa buku, lupa bawa alat tulis, lupa waktu ngirim email menggunakan account yang tidak terdaftar di milis dsb. Tetapi Alhamdulillah walaupun demikian saya belum pernah lupa keluar rumah gak pake baju.
Karena semua barang saya termasuk sajadah didalam kamar, saya shalat malam di surau. Di tengah jalan saya dihadang 5 ekor anjing yang menyalak sambil mendekati saya dan kelihatannya mau menggigit, sampai jaraknya kurang lebih 1,5 m, waak dosa saya besar sekali ya ? sampe 5 anjing sekaligus mau nggigit. Saya teringat kalau anjing punya pendengaran infrasonik, artinya bunyi detak jantung kita yang makin cepat akan diidentifikasi sebagai ‘salah’ sebagaimana alat lie detector bekerja (kebalik, lie detector niru cara kerja anjing). Saya teringat..alaa bidzikrillahi tathmainnul quluub, maka sambil berdzikir dan berdoa saya beri isyarat supaya anjing menyingkir, karena kita sama-sama hamba Allah. Dan saya ke surau untuk beribadah kepada Allah. Allah memberi kemudahan, anjing menyingkir.
Stigma, Klaim, dan Realitas
Cikar Intelek
POLITISI TIGA WAJAH
Kalau ada kawan-kawan mahasiswa sangat apatis terhadap para politisi bahkan antipati dengan mereka, saya memaklumi. Jika ada kawan-kawan yang mati-matian mendukung politisi, saya juga maklum. Tetapi mengapa ada sikap yang sangat berbeda bahkan bertolak belakang ? Jawabnya adalah mereka melihat politisi dari wajah yang berbeda.
Suatu ketika saya punya sahabat yang mengecam (semua) partai dengan sangat keras. –seperti biasa- saya suka memerankan sebagai lawan diskusi dengan melontarkan antitesis terhadap pandangannya. Usut punya usut ternyata memang dia pernah bergaul rapat dengan suatu partai bahkan sudah seperti bagian dari pengurus itu sendiri. Dia sangat kecewa berat karena partai yang didukung dan digawangi para kiai dan lulusan pesantren itu para pengurus elitnya hanya bicara cara memperoleh uang dan kekuasaan (kemudian untuk memperkaya diri). Dia membayangkan kalau pengurus partai yang puluhan (sekali lagi puluhan, 20 bahkan 30 tahun lebih) hidupnya dihabiskan di pesantren cara berpikirnya seperti itu, bagaimana yang tidak pernah mencicipi pesantren ? atau paling banter hanya beberapa tahun nyantri atau sekolah agama ? Suatu alasan yang masuk akal walaupun masih bisa dibantah.
Ambisi untuk memperoleh suatu yang bersifat keduniaan atau menurut kanjeng nabi dengan tantangan terbesar adalah Harta, Tahta dan ta satunya adalah penyakit kronis yang akan selalu diderita oleh manusia, tentu saja ada kekecualian bagi yang terjaga keimanannya.
Wajah itulah yang dimiliki oleh politisi, sosok ambisius akan pasti tersemat dipundaknya. Wajah inilah yang membuat putus asa tidak hanya para pemikir serta kalangan terpelajar, namun orang paling awam pun tidak akan sampai pada cara berpikir mereka. Sudah mendapat gaji besar, eh masih mengambil uang rakyat yang bukan haknya dengan berbagai dalih. Sudah punya istri cantik dirumah, lho masih menggondol perempuan lain. Rumah tidak cukup satu, masih suka tidur di hotel. Usahanya berderet-deret tetapi masih suka memalak pengusaha.
Melihat ’prestasi’ yang berlimpah ini, masih adakah yang mendukung ? Ada, bahkan banyak. Waduh, kok bisa ya ?! Ya, begitulah kehidupan. Pengikut politisi wajah pertama tentu saja tergolong dalam beberapa klasifikasi : Oportunis, tertipu, atau berwatak sama. Sang oportunis dengan mudah bisa ditemui disekitar kita, demi Rp 50.000 dia mau menyontreng nama tertentu tanpa mau tahu akibat selama lima tahun kedepan. Atau seorang mahasiswa yang menjadi KPPSLN mengucapkan (semoga tidak serius), kita jualan suara yuk. Ntar sepuluh ringgit per suara, kalau kita bisa mencontrengkan seribu suara kita dapat RM 10.000. Sebuah transaksi yang riel dibandingkan membuat spanduk, campaign kit atau iklan.
Golongan kedua adalah orang yang tertipu, tertipu wajah manis mereka. Tertipu oleh janji gombal mereka, atau musang berjas rapi. Sedangkan golongan yang ketiga tentu saja adalah memang sudah satu tim dengan sang politisi.
Wajah kedua adalah wajah politisi pejuang. Orang yang ikut dikecam oleh mahasiswa dan pers karena kelakuan politisi wajah pertama. Tidak mau korupsi walaupun berimplikasi dipojokkan oleh anggota garong yang terhormat. Tidak mampu membeli rumah dari gaji, kecuali mencicil. Atau kalau memiliki mobil yang berharga murah. Yang ada didalam pikiriannya adalah rakyat, rakyat dan rakyat. Hari-harinya habis untuk memperjuangkan undang-undang dan peraturan pro rakyat, mengawal ekskutif dengan disiplin. Menjadi penyambung lidah rakyat. Sangat wajar jika mereka mendapat simpati yang luar biasa dari para intelektual (yang benar). Adakah yang membenci ? tentu saja ada. Mereka yang kepentingannya terganggu, entah peluang korupsi, suap dan perilaku hitam lainnya pasti tidak akan tinggal diam. Black campaign dan jebakan maut akan terus memburu mereka, tidak akan dibiarkan mereka berjalan melenggang.
Wajah ketiga adalah politisi medioker, setengah-setengah. Hitam tidak, putihpun juga tidak (jangan sebut warna lain ntar dikaitkan warna partai). Mereka yang masuk politik hanya karena kecelakaan. Artis terkenal untuk vote getter tanpa konsep dan kapasitas yang memadai, tokoh masyarakat yang terpancing masuk parpol karena sekedar punya massa tanpa visi yang jelas atau tokoh mahasiswa tertipu oleh pimpinan parpol karena pintar berdebat dan janji cepat kaya dan terkenal adalah beberapa diantara daftar panjang orang yang tertipu. Kelakuan mereka yang sering berbuat baik, kadang-kadang menipu rakyat. Atau sering menjerumuskan rakyat dengan peraturan dan undang-undang tanpa menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dilakukan sudah menyengsarakan rakyat. Menjadi anggota dewan hanya mengikuti arus dan berdasarkan pengalamannya yang pas-pasan tanpa mau belajar giat untuk mempersembahkan prestasi terbaiknya untuk bangsa.
Lantas bagaimana sikap kita ? Tentu saja tidak fair kalau kita ekstrim kiri dengan menganggap semua politisi jahat kemudian kita golput. Sama tidak fairnya dengan ekstrim sebaliknya menganggap semua politisi baik. Yang penting adalah, menemukan politisi yang benar-benar berjuang untuk rakyat.
Hitam dan Putih
Kalau diperhatikan, banyak orang
De Bono menulis tentang cara pandang terhadap suatu hal dengan istilah “topi”; dengan judul buku “
Pada dasarnya tidak ada manusia yang 100% hitam dan 100% putih (mungkin hanya nabi yang ma’shum), begitu juga organisasi dengan parpol termasuk dalam klasifikasi ini. Seorang agen polisi Italia pernah menuliskan kisahnya dalam menyusup ke organisasi mafia (mungkin yang terkenal adalah yang berasal dari Sicilia, dan sudah difilmkan a.l. Godfather). Dia menyusup ke mafia beberapa kali, dengan kesimpulan : penghormatan, kesetiaan dan keteguhan memegang janji dalam dunia mafia lebih baik dibanding dalam dunia normal. Dalam dunia yang kotor, penuh dengan pembunuhan, sabotase, perdagangan narkoba, pelacuran dan sebagainya masih ada beberapa titik positif. Bagaimana dengan parpol ?
Kalau Hitam bisa diwakili dengan angka nol dan putih satu, maka Parpol –dalam pandangan saya— semuanya ada pada daerah abu-abu, atau kira-kira terletak antara 0,01 sampai 0,99. Jadi kalau parpol berada pada skor 0,01 hampir bisa dipastikan kalau hampir keseluruhan tindakannya adalah untuk kepentingan sendiri, tega terhadap nasib bangsa ini. Kalau skor 0,99 mungkin visi, misi, platform, arah kebijakan partai, program, kegiatan semuanya baik; hanya human error yang manusiawilah yang menyebabkan tidak mendapat nilai 1,00.
Kalau orang bertopi hitam (meminjam de Bono) maka cara memandang sesuatu dari sisi hitamnya. Semua partai bejat, amoral, tukang keruk kekayaan negara, penindas rakyat (dengan membaca berita ada beberapa anggota dewan yang tertangkap KPK). Setiap kebajikan yang dibuat oleh seorang anggota dewan atau tokoh sebuah partai akan disikapi sebagai : Mencari muka, kampanye, menarik simpati agar dipilih. Jika berbuat keburukan akan disikapi sebagai : Itu sudah kelakuannya, tidak kagetlah, baru terungkap keburukannya yang selama ini tersembunyi.
Apa akibatnya ?
Penguasa riel didunia sekarang adalah Amerika dan Israel/Yahudi. Apapun yang dikatakan oleh mereka akan menjadi kebenaran. Benar kata Amerika, maka benarlah. Salah kata Amerika maka salahlah.
-
- Irak sudah hancur tanpa bukti dan argumentasi yang sah untuk invasi. Tetapi siapa yang benar ? Amerika dengan dalih pre-emtive attack.
- Amerika, Rusia, India, Prancis, Israel punya senjata nuklir mengapa Iran yang dikejar2 ?
Apa kata PBB ? (tanya rumput yang bergoyang—Ebiet)
Yang topi putihnya mana ? (ya kebalikan topi hitamlah)